• ADIL
  • SELAMAT DATANG DI BLOG AGIL HERMAWAN.....SILAKAN MELIHAT-LIHAT DAN JIKA ADA SARAN SILAKAN BERI KOMENTAR ANDA......INSYA ALLAH SAYA AKAN MENJAWAB SARAN ANDA.......TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGANNYA

    Senin, 04 Maret 2013

    NABI ISMAIL AS

    ,
    Sampai Nabi Ibrahim yang berhijrah meninggalkan Mesir bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat tujuannya di Palestin. Ia telah membawa pindah juga semua binatang ternaknya dan harta miliknya yang telah diperolehinya sebagai hasil usaha niaganya di Mesir.
    Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a.berkata:
    Pertama-tama yang menggunakan setagi (setagen) ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. tetapi walaubagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahsia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai lazimnya seorang isteri sebagai Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s. lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sgt gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumahtangga Nabi Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Siti Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat.

    Untuk suatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail puteranya bersama ibunya akan di tempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
    Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan debu-debu pasir.
    Ismail dan Ibunya Hajar Ditingalkan di Makkah
    Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang memenatkan tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya di Makkah kota suci dimana Kaabah didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering . Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu. Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tergamak meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang dilakukan nya itu adalah kehendak Allah s.w.t. yang tentu mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sedar pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar :

    "Bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak sesekali aku tergamak meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."

    Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau menunggang untanya kembali ke Palestin dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya keetika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestin di mana isterinya Sarah dengan puteranya yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurniaan rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu. Ia berkata dalam doanya:" Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu { Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mrk mendirikan solat dan beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mrk dan berilah mrk rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-mudahan mrk bersyukur kepada-Mu."
    Mata Air Zamzam

    Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan puteranya di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima nasib yang telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan penuh akan perlindungan-Nya. Bekalan makanan dan minuman yang dibawanya dalam perjalanan pada akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi Ibrahim. Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih harus meneteki anaknya, namun air teteknya makin lama makin mengering disebabkan kekurangan makan .Anak yang tidak dapat minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet dan tidak henti-hentinya menangis. Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas mendengar tangisan anaknya yang sgt menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau seteguk air yang dpt meringankan kelaparannya dan meredakan tangisan anaknya, namun sia-sialah usahanya. Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau ia boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya batu dan pasir yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia berharwahlah ke tempat itu namun ternyata bahawa yang disangkanya air adalha fatamorangana {bayangan} belaka dan kembalilah ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung merasa penat dan hampir berputus asa.

    Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya:" Siapakah sebenarnya engkau ini?" " Aku adalah hamba sahaya Ibrahim". Jawab Hajar." Kepada siapa engkau dititipkan di sini?"tanya Jibril." Hanya kepad Allah",jawab Hajar.Lalu berkata Jibril:" Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu, mencukupi keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya."

    Kemudian diajaklah Hajar mengikuti-nya pergi ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan kuasa Allah .Itulah dia mata air Zamzam yang sehingga kini dianggap keramat oleh jemaah haji, berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau seteguk air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut orang " Injakan Jibril ".
    Alngkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu yang merasa sgt bahagia dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.

    Mancurnya air Zamzam telah menarik burung-burung berterbangan mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian sekelompok bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang berkhemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa di mana ada terlihat burung di udara, nescaya dibawanya terdapat air, maka diutuslah oleh mrk beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu pergi mengunjungi daerah di mana Hajar berada, kemudian kembali membawa berita gembira kepada kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama puteranya. Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkhemahannya ke tempat sekitar Zamzam ,dimana kedatangan mrk disambut dengan gembira oleh Hajar karena adanya sekelompok suku Jurhum di sekitarnya, ia memperolehi jiran-jiran yang akan menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.

    Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian oleh Ibrahim.

    Nabi Ismail Sebagai Qurban

    Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
    Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oelh tangan si ayah sendiri.

    Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
    Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

    Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."

    Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

    Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

    Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:" Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan ."Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia. 


    Read more →

    Sabtu, 02 Maret 2013

    PERIWAYATAN HADIS DENGAN LAFAL DAN MAKNA

    ,
    Oleh : M. Daud


    A. Pendahuluan
    Islam dibangun di atas pondasi sistem yang kokoh. Kerangka-kerangka dasar sistem tersebut telah disusun dengan apik oleh sang pembawa risalah Islam, nabi Muhammad saw., dalam bingkai bimbingan wahyu Ilahi. Rangkaian sistem tersebut tertuang ke dalam dua wadah mulia, yakni al-Quran dan hadith (selanjutnya disebut hadis) atau sunnah.
    Al-Quran dan hadis memiliki keterkaitan kuat dalam proses membimbing umat Islam, meskipun keduanya memiliki derajat yang berbeda dalam beberapa aspek, baik dalam proses periwayatan, pengamalan ataupun posisinya sebagai sumber hukum, di mana al-Quran diposisikan lebih awal dan hadis pada posisi selanjutnya. Al-Quran sebagai sumber utama dan hadis sebagai penafsir al-Quran dalam praktek atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal.
    Al-Quran dan hadis telah disepakati oleh sebagian besar ummat Islam sebagai dua sumber hukum pokok, sedang sebagian kecil lain hanya menjadikan al-Quran sebagai sumber hukum Islam dan di sisi lain menolak hadis sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam, yang kemudian lazim dikenal dengan ingkar sunnah (Inkar al-Sunnah).
    Berpegang pada sistem al-Quran dan hadis nabi adalah sebuah keharusan yang diwariskan kepada umat Islam :

    تركت فيكم أمرين لن تضلوا ماتمسّكتم بهماكتاب اللّه وسنّة نبيّه
    “Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik)
    Dalam proses pengamalan al-Quran dan hadis, ditemukan banyak masaalah, terlebih pada kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam. Masalah yang menjadi polemik pada hadis adalah periwayatannya. Hal ini dapat dipahami, karena hadis memiliki kualitas periwayatan yang tidak sepenuhnya sama dengan al-Quran. Selain itu masih banyak lagi hal-hal yang dipermasalahkan dalam hadis yang berpengaruh pada kedudukannya sebagai sumber hukum.
    Dalam proses mendalami hadis seringkali sering ditemukan teks-teks hadis yang memiliki lafal-lafal yang sama dan kadang berbeda tapi memiliki makna yang sama. Oleh karena itu, hal yang akan diketengahkan dalam makalah ini adalah bagaimana periwayatan hadis dengan lafal dan makna itu bisa terjadi serta masalah-masalah yang berkaitan dengan sistem periwayatan tersebut juga bagaimana contoh-contoh hadis yang diriwayatkan dengan lafal dan hadis yang diriwayatkan dengan makna.
    B. Pengertian
    Memahami kalimat “Periwayatan Hadis dengan Lafal dan Makna”, paling tidak ada empat kata yang harus didefenisikan terlebih dahulu, yaitu: periwayatan, hadis, lafal dan makna. Selain itu, kalimat tersebut juga selanjutnya didefenisikan ke dalam dua variabel untuk sampai pada sebuah pengertian yang utuh, yaitu periwayatan hadis dengan lafal dan periwayatan hadis dengan makna.
    Pertama. Kata periwayatan dikenal dalam bahasa Arab adalah al riwa>yat bentuk mas}dar dari kata rawa, secara bahasa berarti al-naql (penulisan), al-dhikr (penyebutan), al-fatl (pintalan), dan al-istiq’ (pemberian minum), kata ini juga diartikan dengan kata h}amala dan qas}s}a. Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia kata riwayat diartikan dengan cerita turun temurun, sejarah, dan tambo, sedangkan untuk kata kerjanya adalah meriwayatkan diartikan dengan menceritakan Dari beberapa defenisi perkata tersebut, dapat diambil beberapa kata yang dapat mewakili defenisi kata periwayatan yakni, penyebutan, penerimaan dan kisah atau cerita. Dalam artian bahwa kata periwayatan dapat didefenisikan sebagai sebuah proses menyebutkan, mengisahkan, menceritakan atau menerima sebuah informasi tentang suatu objek.
    Kedua: Hadis. Kata ini didefenisikan oleh para ulama secara beragam dengan subjektifitas masing-masing. Selain itu, hadis juga sering disinonimkan dengan beberapa istilah seperti khabar, athar, ataupun sunnah. Terlepas dari keragaman perbedaan tersebut, yang diketengahkan hanya defenisi secara umum yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik perkataan, perbuatan, takrir atau sifat-sifatnya baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi nabi. Untuk memfokuskan pembahasan, penulis mendefinisikan hadis khusus pada pembahasan ini, sebagai informasi tentang perkataan perbuatan, takrir, ataupun hal ihwal nabi secara tekstual yang telah diriwayatkan oleh para perawi yang sampai pada kita saat sekarang ini.
    Ketiga : Lafal. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata ini didefenisikan sebagai cara seseorang atau kelompok orang dalam suatu masyarakat mengucapkan bunyi bahasa. Kata ini, dalam bahasa Arab sama dengan lafaz}a yang bermakna nat}aqa bihi (mengucapkan atau melafalkan). Sedangkan secara nomina berarti ucapan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah apa yang menjadi ucapan Nabi secara harfiah.
    Keempat: Makna. Kata makna memiliki dua arti, arti dan maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan pada sebuah bentuk kebahasaan. Dalam artian bahwa kalimat yang dimaksud hanya memiliki arti dan maksud yang sama tetapi berbeda secara lafal.
    Pada pendefinisan selanjutnya dikerucutkan pada bentuk kalimat proses periwayatan jika dihubungkan dengan objek, dalam hal ini adalah hadis, dapat didefenisikan sebagai proses menceritakan atau menyampaikan hadis. Dalam tinjauan istilah ilmu hadis, periwayatan didefenisikan sebagai kegiatan menerima hadis, menukilkan serta menyandarkan hadis itu kepada rangkaian para pembawanya. Dari defenisi-defenisi di atas dapat dipahami bahwa periwayatan hadis paling tidak memiliki tiga unsur yang saling terkait yaitu orang yang menyampaikan atau menceritakan hadis (periwayat), hadis sebagai materi cerita dan orang yang mendengar atau menerima hadis.
    Dari defenisi empat kata di atas, disimpulkan kedalam dua bentuk yang lebih terfokus, yaitu periwayatan hadis dengan lafal dan periwayatan hadis dengan makna. Bentuk pertama diartikan sebagai proses penyampaian informasi yang berasal dari Rasulullah (hadis) sesuai dengan apa yang disampaikan tanpa merubah lafal. Sedangkan bentuk kedua adalah proses penyampaian informasi yang berkaitan dengan Rasulullah dengan lafal masing-masing penyampai informasi dengan tidak meninggalkan esensi makna informasi tersebut.
    C. Pro-kontra Periwayatan Hadis Dengan Lafal dan Makna
    Pada awal Islam sampai pada awal abad kedua hijriyah, hadis tidak ditulis dalam buku-buku yang berjilid. Ketika itu hadis masih merupakan tulisan-tulisan yang terserak pada lembaran-lembaran terpisah (s}ahifah) pada orang-orang tertentu sedang sebagian besar meletakkannya pada lembaran-lembaran hati (hafalan) terutama pada masa sahabat. Oleh sebab itu, proses transformasi hadis kemudian mengalami keragaman metode, baik secara lafal maupun makna.
    Kedua metode ini telah diberlakukan oleh para sahabat dan generasi-generasi setelahnya. Pada proses pelaksanaannya menuai masalah, terkhusus pada metode periwayatan dengan makna.
    Proses periwayatan hadis dengan metode lafal tidaklah menuai masalah yang serius dikarenakan penggunaanya disepakati oleh para sahabat ataupun generasi setelahnya. Di sisi lain, periwayatan dengan makna yang menuai masalah yang serius, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan.
    Hadis nabi yang dimungkinkan diriwayatkan secara lafal oleh sahabat hanyalah hadis-hadis yang berupa sabda (qauliyah), walaupun hal tersebut tidaklah mudah terkecuali pada sabda-sabda tertentu. Hal tersebut disebabkan tidak mungkin seluruh qaul itu dapat dihafal secara harfiah secara keseluruhannya, selain juga bahwa kemampuan hafalan dan tingkat kecerdasan sahabat berbeda.
    Sedangkan hadis dengan bentuk yang lain dimungkinkan akan diriwayatkan dengan cara makna oleh para sahabat sebagai saksi mata. Hal demikian dapat difahami karena sesuatu yang disaksikan oleh para sahabat tentu akan diriwayatkan atau disampaikan dengan rumusan kalimat dari sahabat tersebut.
    Jalaluddin Rahmat mensinyalir sebab terjadinya periwayatan dengan makna adalah adanya keengganan menulis hadis pada era sahabat tersebut. Lebih jauh dia menulis, karena orang hanya menerima hadis secara lisan, ketika menyampaikan hadis mereka hanya menyampaikan maknanya. Dalam rangkaian periwayatan, redaksi hadispun dapat berubah-ubah. Makna adalah masalah persepsi, masalah penafsiran, maka redaksi hadis berkembang sesuai dengan penafsiran orang yang meriwayatkannya.
    Sehingga dalam perkembangan selanjutnya, para sahabat menyebarkan hadis Nabi Muhammad SAW yang diketahuinya kepada orang lain baik dengan lapal sebagaimana ia mendengar/menerima hadis tersebut dari Nabi SAW apabila hadis itu masih melekat pada telinga mereka. Atau mereka menyampaikannya berdasarkan makna yang dikandung hadis tersebut apabila mereka tidak hafal lagi dengan lafalnya.
    Keabsahan periwayatan hadis dengan makna memunculkan kontroversi mulai pada masa sahabat sampai pada generasi selanjutnya. Para sahabat nabi pada umumnya membolehkan periwayatan hadis dengan makna. Di antara mereka adalah ‘Aly bin Abiy T{alib, ‘Abdullah ibnu ‘Abbas, ‘Abdullah ibnu Mas’ud, Anas bin Malik, Abu Darda dan ‘Aisyah. Adapun yang cukup ketat di antaranya adalah Umar bin khattab, Abdullah bin Umar dan zayd bin Arqam. Pada masa selanjutnya, para ulama pun demikian. Abu Bakar ibn al-Arabi (w. 573 H/1148) misalnya, berpendapat bahwa selain sahabat Rasulullah SAW tidak diperkenankan meriwayatkan hadis secara makna. Lebih jauh, Abu Bakar mengemukakan alasan yang mendukung pendapatnya tersebut. Pertama, sahabat memiliki pengetahuan bahasa Arab yang tinggi dan kedua, sahabat menyaksikan langsung keadaan perbuatan Nabi SAW.
    Ulama yang lain yang juga dikenal sangat ketat berpegang pada periwayatan secara lafal adalah Muh}ammad ibn Sirin (dari kalangan tabi’in), Ali ibn al-Madiny, al-Qasim ibn Muh}ammad, Imam Malik, Raja’ ibn Haiwah dan al-Qadhi ‘Iyadh. Sedangkan ulama yang memperbolehkan periwayatan hadis secara lafal dengan mengajukan syarat mengetahui bahasa Arab dengan baik, dan sebagai indikasinya adalah mampu mengetahui adanya penyimpangan bahasa secara maknawi, di antaranya yaitu Wathilah ibn al-Asqa’, Hudzaifah,al-Hasan al-Bashry, al-Nakha’i, al-S{a‘by, dan lain-lain.
    Namun, pendapat yang populer di kalangan ulama hadis menyatakan selain sahabat diperkenankan meriwayatkan hadis secara makna dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu :
    1. Memiliki pengetahuan bahasa Arab. Dengan demikian periwayatan matan hadis akan terhindar dari kekeliruan.
    2. Periwayatan dengan makna dilakukan bila sangat terpaksa misalnya karena lupa susunan secara lafal atau harfiah.
    3. Yang diriwayatkan dengan makna bukan merupakan bentuk bacaan bacaan yang sifatnya ta’abbudi, seperti zikir, doa, azan, takbir dan syahadat, serta bukan yang berbentuk jawami al kalim.
    4. Periwayat hadis secara makna atau mengalami keraguan akan susunan matan hadis yang diriwayatkannya agar menambah kata قال أوكما atau اونحوهذا atau yang semakna dengannya setelah menyatakan matan hadis yang bersangkutan.
    5. Kebolehan periwayatan hadis secara makna hanya terbatas pada masa sebelum dibukukannya hadis secara resmi. Sesudah masa pembukuan (kodifikasi) hadis, periwayatan hadis harus secara lafaz.
    Dari penjelasan-penjelasan di atas tentang ketentuan kebolehan meriwayatkan hadis dengan makna, mengindikasikan betapa tidak “longgar”nya syarat untuk melakukannya. Meskipun demikian, kebolehan bersyarat tersebut menunjukkan adanya matn hadis yang telah diriwayatkan secara makna bahkan banyak.

    D. Contoh Hadis yang Diriwayatkan Dengan Lafal dan Makna
    Untuk sampai pada pemahaman yang lebih dalam, perlu diketengahkan beberapa contoh bentuk hadis yang riwayatkan secara lafal ataupun secara makna.
    1. Contoh Periwayatan Hadis Dengan Lafal
    - Riwayat Abu Daud
    حدثنا أبو بكر بن ابي شيبة حدثنا أبو خالد وأبن نمير عن الأجلح عن أبي اسحق عن البراء قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الّا غفر لهما قبل أن يفترق
    “ Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu S{aibah, menceritakan kepada kami Abu Khalid dan Ibnu Numair dari al-Ajlah dari Abu Ish}aq dari al-Bara’, ia berkata Rasulullah SAW. bersabda : Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan kecuali Allah akan memberi ampunan kepada keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Daud)
    - Riwayat Ahmad
    حدثنا أبن نمير حدثنا الأجلح عن أبي اسحق عن البراء قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الّا غفر لهما قبل أن يفترقا

    حدثنا أبن نمير أخبرنا الأجلح عن أبي اسحق عن البراء قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الّا غفر لهما قبل أن يفترقا
    - Riwayat Ibnu Majah
    حدثنا أبو بكر بن ابي شيبة حدثنا أبو خالد الأحمر و عبدالله بن نمير عن الأجلح عن أبي اسحق عن البراء قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الّا غفر لهما قبل أن يفترقا
    - Riwayat al-Tirmidhi
    حدثنا سفيان بن وكيع و أسحق بن منصور قال حدثنا عبدالله بن نمير عن الأجلح عن أبي اسحق عن البراء بن عازيب قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الّا غفر لهما قبل أن يفترقا
    Dari lima buah hadis tersebut, bisa dilihat sahabat Rasulullah yang menjadi perawi pertama untuk seluruh sanad hadis tersebut adalah al-Barra’bin ‘Azib. Nama-nama perawi dalam sanad hadis tersebut adalah orang yang sama pada tingkatan (t}abaqat) pertama sampai dengan ketiga, yaitu :
    1. Al-Barra bin ‘Azib
    2. Abu Ish}aq
    3. ‘Ajlah bin ‘Abdullah
    Akan tetapi terdapat perbedaan perawi pada tingkatan keempat , yaitu:
    1. Ibnu Numair
    2. Abu Khalid
    Pada tingkatan selanjutnya juga terjadi perbedaan. Imam Ahmad langsung sebagai mukharrij, sedangkan imam Ibnu Majah, Abu Daud dan al-Timidhi masih memiliki rangkaian rawi, yaitu :
    1. Sufyan bin Waqi’
    2. Ish}aq bin Mansur
    3. Abu Bakar
    Kelima hadis di atas dapat dikategorikan ke dalam hadis-hadis yang diriwayatkan secara lafal, karena kelimanya tidak memiliki perbedaan secara harfiyah.
    2. Contoh Periwayatan Hadis dengan Makna
    - Riwayat Imam Muslim
    حدثني أبو غسّان المسمعيّ حدثنا عثمن بن عمر حدثنا أبو عامر يعني الخزّاز عن أبي عمران عن عبدالله بن الصّامت الجوني عن أبي ذرّ قال قال لي النبي صلى الله عليه وسلّم لا تحقرنّ من المعروف شيأولو أن تلقي أخاك بوجه طلق
    “ Telah menceritakan kepadaku Abu Gassan al-Misma’i, telah menceritakan kepada kami Uthman bin ‘umar, menceritakan kepada kami Abu ‘Amit
    3. Abu ‘Imra>n
    4. Abu ‘A>mir al-Khazzaz
    Pada tingkatan selanjutnya kemudian ada perbedaan, yaitu Rauh yang langsung kepada Imam Ahmad dan Usman bin ‘Umar kemudian Abu Ghassan pada Imam Muslim.
    Selain kedua hadis di atas ada juga beberapa hadis yang memiliki kemiripan makna, yaitu:
    - Jalur riwayat Imam Ahmad
    حدثنا اسحق بن عيسى حدثنا المنكدر بن محمد بن المنكدر عن أبيه عن حابر بن عبدالله قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كلّ معرف صدقة ومن المعرف أن تلقى أخاك بوخه طلق وأن تفرغ من دلوك في انائه

    حدثنا قتيبه بن سعيد حدثنا المنكدر بن محمد بن المنكدر عن أبيه عن جابر بن عبدالله قال أخيك قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كلّ معرف صدقة وانّ المعرف أن تلقى أخاك بوخه طلق وأن تفرغ من دلوك في انائه
    - Jalur Riwayat al-Tirmidhi
    حدثنا قتيبه بن سعيد حدثنا المنكدر بن محمد بن المنكدر عن أبيه عن جابر بن عبدالله قال قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم كلّ معرف صدقة وانّ المعرف أن تلقى أخاك بوخه طلق وأن تفرغ من دلوك في انائه
    وفي الباب عن أبي ذرّ قال أبو عيس هذا حديث صحيح





    E. Penutup
    Tulisan ini menawarkan beberapa kesimpulan, yaitu :
    1. Periwayatan hadis ialah proses penyampaian informasi yang berkaitan tentang Rasulullah.
    2. Proses periwayatan hadis terbagi dua, yaitu lafal dan makna.
    3. Periwayatan hadis dengan makna diperlukan syarat-syarat tertentu yang akan memelihara kemurnian dan keotentikan hadis.
    4. Meskipun pendapat yang populer membolehkan periwayatan dengan makna, namun menuntut persyaratan berat bagi perawinya dan periwayatan hadis dengan lafal lebih diprioritaskan.














    Daftar Pustaka


    ‘Abu Zahwi, Muh}ammad Muh}ammad. al-H{adith wa al-Muh}addithu>n .t.t.: t.tp., 1984.
    Ah}mad bin Muh}ammad bin Hambal, Musnad Imam Ah}mad bin Hambal, Juz IV. Beirut : Da>r al-Fikr, t.th.
    , Musnad Imam Ah}mad bin Hambal, Juz V. Beirut : Da>r al-Fikr, t.th.
    al-Ad}a>by, S{alah}uddin ibn Ah}mad. Metodologi Kritik Matan Hadis . Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
    al-‘Arabiyah, Mujamma’ al-Lugat. Mu’jam al-Was}i>t}, . t.tp: al-Maktabat al-S}uruk al-Dauliyat, 2004.
    al-Mans}awi>, Muh}ammad S{addi>q, Qamu>s} Mus}t}alah}a>tu al-H{adi>su a-Nabawiy . Mesir: Da>r al-Fad}i>lah, t.th.
    al-Qat}t}a>n Manna, Maba>hith Fi> ‘Ulu>m al-H}adi>th. t.t.: Maktabat wahbat, 1992.
    al-Qus}airy, Muslim bin Hajja>j. S{ah}i>h} Muslim . Beirut: Da>r al-Fikr, 1993.
    al-Siba’i, Mustafa. al-Sunnah wa Maka>natuha fi> Tas}ri’i al-Isla>m. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978.
    al-Tirmidhi, Muh}ammad bin Isa. Sunan al-Tirmidhi, Juz V . Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
    Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga . Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
    Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi . Jakarta: Bulan Bintang, 2007.
    ,Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 23.
    Ma>lik bin Anas bin Ma>lik, al-Muwat}t}a . Beirut: Da>r al-Fikr, 1989.
    Muh}ammad bin Ya>zid bin Ma>jah, Sunan Ibnu Ma>jah, Juz II. Semarang : Maktabah wa Mat}ba’ah T{aha Putra, t.th.
    Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia . Yogyakarta: PP. Al-Munawwir Krapyak, 1989.
    Rahmat, Jalaluddin. Dari Sunnah ke Hadis atau Sebaliknya, dalam Konstektualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, ed. Budhy Munawar Rachman . Jakarta: Paramadina, 1995.
    Sulaiman bin As}’ath, Sunan Abu Dawud, Juz II . Beirut : Da>r al-Fikr, 1993.
    Read more →

    Tersebarnya Islam keluar Jazirah Arab

    ,

    Oleh :Sirojul Umam
    A.  Pendahuluan
    Jazirah Arab adalah suatu tempat yang sangat luas yang memiliki berbagai macam etnik, budaya, tipologi (watak) dan Jazirah Arab adalah tempat munculnya Agama Islam.[i] Agama Islam muncul di jazirah arab sekitar tahun 610M. yang dibawa oleh Nabi Muhammad sekaligus menjadi Nabi terakhir. Penyebaran Agama Islam banyak menemui banyak kendala pada zaman Nabi Muhammad karena Ajaran Islam dinilai kontroversial dengan ajaran, tradisi dan budaya masyarakat arab pada waktu itu.
    Pada periode Nabi Muhammad, Islam berhasil tersebar di Jazirah Arab.Periode pasca wafatnya Nabi Muhammad, Islam tidak lantas menjadi agama yang stagnan, namun justru setelah periode meninggalnya Nabi Muhammad dan Islam dipimpin oleh Khulafa>’ al Ra>shidi>n dan para Pemimpin Islam setelahnya itulah Ajaran Agama Islam bisa menyebar ke seluruh penjuru Jazirah Arab bahkan ke seluruh penjuru Dunia.Penyebaran Ajaran Agama Islam banyak memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan peradaban manusia dibidang Sosial, Budaya, Politik dan Ekonomi diseluruh belahan dunia.
    Ajaran Islam sebenarnya tidak hanya menyangkut Theology (Kepercayaan, Agama) saja, namum ajaran Islam juga mengatur segala aspek kehidupan Ummatnya.Seperti di kutip dalam buku karanganH.A.R. Gibb yang mengatakan bahwa “Islam is indeed much more than a sistem of theology, it is a complete civilization” (Islam sebenarnya lebih dari sekedar Kepercayaan (Agama), Islam adalah suatu peradaban yang sempurna).[ii]
    Pembahasan tentang Implikasi dan Peranan Islam terhadap Peradaban Dunia sangat luas sekali tidak cukup hanya dengan pemaparan makalah semata, namun butuh lebih dari sekedar makalah untuk bisa mengupas tuntas Topik tersebut.
    B.   Ciri dan Karakteristik Peradaban Arab Islam
    Peradaban Yunani sangat terkenal dan kental akan Filsafat (penggunaan Akal) dari Yunani-lah banyak lahir ilmu-ilmu dan ilmuan-ilmuan yang banyak menyumbangkan pengetahuan bagi peradaban Dunia. Peradaban Romawi sangat mengagungkan kekuatan militer dan strategi peperangan demi perluasan wilayah kekuasaan.Peradaban Persia mengedepankan Kenikmatan duniawi dan Kekuatan peperangan dan pengaruh Politik.Peradaban India indentik dengan spiritualitas keagamaan dan sangat lengket dengan kepercayaan yang mereka anut pada saat itu.
    Peradaban Islam membawa dampak besar bagi perkembangan peradaban Arab pasca Islam. Peradaban Islam mempunyai karakteristik unik dan terkenal dengan kekhususan serta keistimewaan  yang membedakan dengan peradaban lainnya. Peradaban Islam ditegakkan berasaskan Ajaran Agama Islam, Ajaran Agama Islam identik dengan kemanusiaan dan persatuan universal yang bertumpu pada aqidah Islam serta berpegang Teguh pada Al Quran dan Hadith.
    Terdapat 4 (empat) karakter dan ciri peradaban Islam yang membedakan dengan peradaban Yunani, Romawi, Persia dan India yaitu Universalitas, Tauhid, Seimbang, Adil, Moderat dan Sentuhan Akhlak.[iii]
    Universal mempunyai arti“umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia); bersifat (melingkupi) seluruh dunia[iv] adalah satu dari beberapa ciri khas Ajaran Islam, Agama Islam mengatur segala kehidupan Ummatnya tak hanya dalam beribadah namun juga mengatur segala sesuatu dalam kehidupan sehari-hari.Ajaran Islam yang toleran kepada semua makhluk hidup di bumi terutama Manusia yang dianggap Makhluk paling sempurna diantara makhluk Allah yang lainnya.
    Tauhid bermakna ke-Esa-an Allah, kepercayaan yang kuat bahwa tuhan hanya satu yaitu Allah (Monotheism).Ummat Islam hanya mempercayai bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Utusan Allah.Peradaban Islam ditegakkan dengan asas ke-Tauhid-an yang mutlak.Islam berpegang teguh pada Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai Mujizat yaitu Al Quran Al Karim, selain itu Islam juga berpedoman kepada Hadith sebagai sumber kedua setelah Al Quran.
    Seimbang, Adil dan Moderat antara dua sudut yang saling berbeda dan berhadap-hadapan bahkan ketika saling bertentangan, tidak memihak atau tidak cenderung kepada satu sudut tanpa mengacu kepada Al Quran dan Al Hadith baik itu dalam hal Duniawi maupun Akhirat.Oleh karena itu, keharmonisan sesama Ummat Islam dan antar Ummat lainnya dapat terbentuk didukung dengan            ke-Universal-an Ajaran Islam.
    Sentuhan Akhlak dalam perkembangan peradaban Islam adalah merupakan suatu point yang sangat memberikan pengaruh dukungan atas kejayaan Islam.Akhlak menjadi dasar nilai-nilai Islam dan masuk dalam setiap aturan kehidupan sosial, baik itu hubungan antara Manusia dan Manusia dan hubungan antara Manusia dan Tuhan. Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyempurnakan Akhlak, seperti sabda Nabi Muhammad :

    إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلاَقْ (رواه الحاكم واحمد والبيهقى عن ابي هريرة(
    Artinya : “Sesungguhnya aku utus engkau wahai Muhammad adalah untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Al-Hakim, Ahmad dan al-Baehaqi dari Abu Hurairoh)
    C.   Penyebaran Islam ke Luar Jazirah Arab
    Negara Islam tumbuh dengan kuat, terkonsentrasi, meluas, berkembang, menyebar dan bersifat terbuka.Saat itu Negara Islam memiliki potensi untuk tumbuh menjadi Negara kelas Dunia, tidak hanya menjadi Negara lokal atau regional.Hal ini yang mendorong para Khalifah pasca Nabi Muhammad Islam untuk memperluas kekuasaan dan penyebaran ajaran agama Islam.
    Upaya penyebaran Islam dan perluasan wilayah kekuasaan islam keluar Jazirah Arab sudah dilakukan pasca Meninggalnya Nabi Muhammad. Penyebaran Ajaran Islam ke luar Jazirah Arab dilakukan dengan perluasan wilayah kekuasaan Islam dan Penaklukkan wilayah lain yang belum menganut Ajaran Islam atau bahkan menentang Ajaran Islam. Menurut Philip K. Hitti, Islam menaklukkan kawasan lain adalah bukan Islam (agama) namun Islam Negara.[v] Dengan kata lain, penaklukan dan perluasan wilayah itu dilakukan oleh Negara Islam.
    Perluasan wilayah kekuasaan tidak lain hanya bermotif penyebaran Ajaran Islam, bukan dengan maksud lain seperti yang banyak dikemukakan oleh para Yahudi dan Nasrani pada saat itu yang menganggap motif dari Perluasan wilayah kekuasaan Islam tidak hanya untuk Agama, namun juga bermotif ekonomi yang. Kebanyakan orang Kristen mengeluarkan hipotesis bernada miring yang  dengan menampilkan gambaran orang Islam Arab membawa Al Quran ditangan kiri dan Pedang ditangan kanan.[vi]
    D.  Faktor yang mendukung mudahnya Penyebaran Islam ke Luar Jazirah Arab
    Ajaran Agama Islam menyebar keluar Jazirah Arab serta masuk beberapa Negara yang saat itu kebanyakan sudah mempunyai kepercayaan dan peradaban yang jauh lebih berkembang dari pada Negara Arab sendiri tidak luput dari beberapa Faktor pendukung yang menyebabkan Islam mampu menyebar ke seluruh Dunia. Beberapa Faktor penyebab yang membuat Islam mampu menyebar dengan cepat ke luar Jazirah Arab diantaranya adalah :
    1.      Ajaran Islam tidak hanya berisi tentang Theology atau Ketuhanan semata, namun Ajaran Islam berisi tentang segala aspek kehidupan Ummatnya. Seiring dengan pernyataan Philip K. Hitti dalam bukunya yang mengatakan bahwa Islam bisa dilihat dari tiga corak, yaitu corak aslinya sebagai agama; kemudian menjadi suatu Negara (state), dan akhirnya sebagai suatu kebudayaan.[vii]
    2.      Adanya kepercayaan yang dijadikan pedoman oleh para Pemimpin serta Penganut Islam untuk menyampaikan dan menyebarkan Ajaran Islam serta berda’wah di jalan Agama Islam.Prof. Richard C. Martin dalam bukunya yang berjudul “New Encyclopedia of Islam” mengatakan “Formula jitu dalam penyebaran Islam adalah Da’wa dengan melakukan pendekatan Sosial dan Pendidikan”.[viii]
    3.      Adanya permintaan dari penduduk beberapa wilayah lain kepada Pemimpin Islam pada masa itu untuk membantu membebaskan mereka dari ketidak adilan dan penindasan dari rezim kekuasaan yang berkuasa di wilayah tersebut.Karena kemanapun kekuatan Islam datang, ia mem-proklamirkan ajakan kebebasan manusia dari penyembahan kepada selain Allah, dan memandang seluruh manusia sama serta menghormatinya apapun warna kulit dan rasnya.[ix]
    Banyak cara yang di gunakan para Khalifah terdahulu dalam menyebarkan Ajaran Agama Islam, secara garis besar cara-cara penyebaran Islam tersebut diantaranya adalah :
    ·         Perekonomian : dengan menggunakan tabir perekonomian, Islam di sebarkan melalui jalur perdagangan internasional oleh para Saudagar Muslim. Seperti yang dilakukan pada masa Daulah Abbasiah yang menyebarkan ajaran Islam dengan cara melibatkan jaringan perdagangan internasional yang luas.[x]Cara ini mempunyai peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam, karena dengan cara inilah Da’wah Islam dengan mudah masuk dan diterima oleh Penduduk di wilayah yang masuk pada jalur perdagangan bangsa Arab Islam.
    ·         Pendidikan : Pemimpin Islam banyak mengutus Ulama’ ke berbagai Negara dan wilayah di luar Jazirah Arab untuk berda’wah tentang Agama Islam. Prof. Richard C. Martin dalam bukunya yang berjudul “New Encyclopedia of Islam” mengatakan “Formula jitu dalam penyebaran Islam adalah Da’wa dengan melakukan pendekatan Sosial dan Pendidikan”.[xi] Dengan cara ini para Ulama’ dapat berbaur dengan masyarakat luas dan sekaligus memperkenalkan serta menyebarkan Ajaran Agama Islam.
    ·         Politik &Peperangan :Penyebaran Islam dengan cara memerangi Negara atau kerajaan yang tidak mau menerima Islam sebagai agama baru atau bahkan menentang Islam. Tentara Islam terkenal dengan kekuatan dan keberanian untuk berperang demi menyebarkan Agama Islam atau Jihad fi Sabilillah. Montgomery Watt meng-istilah-kan Jihad fi Sabilillah dengan “Holy War”.[xii]
    E.   Implikasi dan Peranan Islam pada Peradaban Dunia
    Dengan terjadinya Penaklukan yang dilakukan oleh Kaum Islam ke berbagai Negara dan wilayah di luar Jazirah Arab, Muslimin Arab tidak hanya menguasai suatu wilayah secara geografis dan pemerintahan, namun Orang-orang Arab juga menguasai pusat peradaban bangsa yang wilayahnya telah ditaklukkan Islam.
    Orang Arab menjadi pewaris tunggal berbagai budaya dan tradisi panjang sejak zaman Yunan – Romawi, Iran, Firaun dan Assyria – Babilonia dalam bidang seni, arsitektur, filsafat, kedokteran, ilmu pengetahuan, sastra dan pemerintahan.[xiii]Oleh karena itu Peradaban Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam Sejarah Peradaban Dunia.
    Peran Peradaban Islam dalam Peradaban Dunia memang banyak diakui oleh para Ilmuan.Salah satu Sumbangsih Islam dalam Peradaban Dunia adalah dibidang keilmuan khususnya Ilmu SAINS. Menurut Gustave Le Bon dalam bukunya “Arab Civilization” yang berangan-angan “Seandainya Muslimin (Arab Islam) menjadi penguasa Prancis, niscaya Negara itu akan seperti Cordova di Spanyol yang Muslim.[xiv] Dia juga mengatakan mengatakan tentang kehebatan Peradaban Ilmiah dalam Islam “Sesungguhnya bangsa Eropa itu hanya sebuah kota bagi negeri Arab (kaum muslimin) dengan kehebatan Peradabannya.Beberapa Ilmu SAINS sumbangan dari Peradaban Islam diantaranya adalah dibidan Kedokteran, Fisika, Optik, Arsitektur, Geografi, Astronomi (Falaq).[xv]
    Peradaban Islam juga berperan penting dalam pembentukan Akidah.Seperti kita ketahui bahwa masyarakat terdahulu tidak mengenal Tuhan dan yang harus disembah atau kepercayaan tentang Pencipta Alam.Kaum muslimin datang dan menyebarkan pemahaman yang berbeda, Islam mengajarkan bahwa adanya Pencipta Alam serta adanya Allah yang harus disembah yang menempati kedudukan tertinggi di atas segala-galanya, hanya Allah yang patut disembah.Zaman terdahulu terdapat kepercayaan di Jazirah Arab untuk menyembah dan mengagungkan patung berhala, sedangkan peradaban Yunani meyakini bahwa ada banyak dewa-dewa yang berkuasa yang mengatur Bumi dan isinya.Peradaban Romawi sudah menganut kepercayaan Nasrani yang terbagi menjadi dua aliran besar yaitu Katolik dan Protestan.[xvi]
    Sumbangan Peradaban Islam dalam Peradaban Dunia yang lainnya adalah Sistem Pemerintahan dan Kelembagaan.[xvii]Seperti kita ketahui, Zaman dahulu peradaban dunia identik dengan sistem Monarki Kerajaan. Namun Islam datang membawa sistem pemerintahan baru yang lebih terorganisir yaitu dengan sistem kepemimpinan atau disebut dengan Pemerintahan Khilafah yang di pimpin oleh Khalifah, sistem ini tidak berbeda jauh dengan sistem kepemimpinan seperti yang dianut oleh banyak Negara di Dunia saat ini yaitu sistem Kepemimpinan Presiden. Seperti yang dikemukakan oleh Abul Ala’ Al Maududi “Bentuk pemerintahan yang benar, menurut Al Quran, ialah adanya pengakuan Negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di bidang perundang-undangan, menyerahkan segala kekuasaan legislative dan kedaulatan hokum tertinggi kepada keduanya dan meyakini bahwa Khilafahnya itu mewakili sang hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT”.[xviii]Kesimpulan dari pernyataan Abul Ala’ Al Maududi adalah kita harus meyakini bahwa Pemimpin di Dunia (Khalifah) adalah hanya sebagai pengganti Allah dimuka Bumi, bukan Pemilik Negara, juga terdapat koridor-koridor terbatas yang menaungi Pemerintahan.
    Penyebaran Islam ke luar Jazirah Arab mempunyai Dampak Positif.Dampak Positif yang diterima Ummat Islam dan Agama Islam atas tersebarnya Islam ke Luar Jazirah Arab secara global adalahIslam menjadi agama Fenomenal dan Terbesar dalam sejarah Peradaban Dunia yang sempat menguasai Peradaban dunia pada masa keemasan penyebaran Islam. Berkat upaya-upaya yang dilakukan para pendahlu Muslim untuk menyebarkan Islam.Islam memiliki masa keemasan dalam penyebarannya, namun pada suatu masa Islam mengalami masa kemunduran dan kekalahan dikarenakan banyak factor.
    Bercampurnya Budaya antara Tradisi dan Budaya Arab Islam dengan Tradisi dan Budaya bangsa lain. Ini dibenarkan dengan adanya teori Asimilasi dan teori Akulturasi. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru sedangkan Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.[xix]
    Berkembangnya pemikiran Masyarakat Islam yang membuahkan banyak Karya Pemikiran baru serta melahirkan Ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi peradaban Dunia. Hal ini dibenarkan oleh As Sarjani dalam bukunya yang berjudul “Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia”, As Sirjani mengungkapkan dalam bukunya tentang betapa besar peranan Peradaban Islam dalam perkembangan Ilmu di Dunia.
    F.   Penutup
    Penyebaran Islam keluar Jazirah Arab sudah di lakukan pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW. Para Khalifah dalam system pemerintahan Khilafahnya berusaha untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Dunia dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah dengan Perdagangan (dengan banyaknya saudagar Muslim yang berdang ke seluruh dunia), Pendidikan (menyebarkan para Ulama’) serta menguasai Perpolitikan atau Peperangan.
    Sejarah Perkembangan Islam juga banyak mengukir sejarah pada Peradaban Dunia.Banyak sumbangan yang diberikan Peradaban Islam bagi Peradaban Dunia diantaranya adalah dalam bidang pendidikan, social, ekonomi, budaya dan tradisi serta system pemerintahan.Hal ini banyak diakui oleh para ahli Sejarah Arab maupun Barat.
    Daftar Referensi
    1.    J. Silverstein Adam, Islamic History, A very short introduction (London: Oxford University Press, 2011)
    2.    Rosskeen Gibb, Hamilton Alexander (ed.), Whither Islam? A Survey of Modern Movement in The Moselem World (London: Victor Gollanz Ltd.,1932)
    3.    As Sirjani, Prof. Dr. Raghib. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011)
    4.    K. Hitti, Philip. History Of The Arabs,from the Earliest Time to the Present, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010) Terjemahan.
    5.    K. Hitti, Philip. History of the Arabs from the Earliest Times to the Present,(London: The Macmillian Press, 1970)
    6.    Akram Diya al-Umari, Tolok Ukur Peradaban Islam, Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans-Global, terj. Hasani Asro dan A. Fawaid Syadzili, (Yogyakarta, IRCiSod, 2003)
    7.    Al Maududi, Abul Ala’. Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi kritis atas sejarah Pemerintahan Islam. (Bandung: Mizan, 1994)
    8.    C. Martin, Richard. New Encyclopedia of Islam. (USA; Macmillan Reference USA, 2004)
    9.    Website, Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kamusbahasaindonesia.org/)


    [v]K. Hitti, Philip. History Of The Arabs,from the Earliest Time to the Present (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 182
    [vi] Ibid., 179
    [vii]K. Hitti, Philip. History of the Arabs from the Earliest Times to the Present,(London: The Macmillian Press, 1970), 145
    [viii]  C. Martin, Richard. New Encyclopedia of Islam. (USA; Macmillan Reference USA, 2004). 170
    [x]Lihat selengkapnya di buku Karya Philip K. Hitti, History of the Arabs., 428
    [xi]   C. Martin, Richard. New Encyclopedia of Islam. (USA; Macmillan Reference USA, 2004). 170
    [xii] Dalam buku “The Majesty that was Islam” hal.33, karangan W. Montgomery Watt mengungkapkan beberapa fakta yang menyebutkan Penyebaran Islam banyak dilakukan dengan Peperangan dan penaklukkan. Para pasukan Islam masuk ke sebuah Negara dengan menawarkan pilihan “Islam or the Sword” yang maksudnya adalah Masuk Islam atau Berperang (pedang).
    [xiii]K. Hitti, Philip. History Of The Arabsfrom the Earliest Time to the Present (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 216-217
    [xiv]Keterangan ini saya kutip dari buku karya As Sirjani.Lihat, As Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.Hal. 270
    [xv]As Sirjani, Prof. Dr. Raghib.Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011), 270
    [xvi]Lihat selengkapnya pada buku karangan As Sirjani yang berjudul “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia” hal. 357-368
    [xvii] Ibid., 419
    Read more →

    KISAH NABI IBRAHIM a.s.

    ,
    Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."

    Kerajaan Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun pandangan serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka masih berada di tingkat jahiliah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.

    Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang terbina dari batu yang tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia. di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.

    Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahawa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahawa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus di banteras dan diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.

    Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "

    Nabi Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Ibrahim termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah SWT mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw - sesuai dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi yang diuji oleh Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas kemampuan manusia biasa. Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang berat, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sebagai seorang hamba yang menepati janjinya dan selalu menunjukkan sikap terpuji. Allah SWT berfirman:

    "Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS. an-Najm: 37)

    Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus. Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT berfirman:

    "Dan tidak ada yang benar kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang soleh." (QS. al-Baqarah: 130)

    Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:

    "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an- Nahl: 120)

    Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugerahkan pada keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh kerana itu, kita dapati bahawa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka. Ketika kita membahas keutamaan Nabi Ibrahim dan penghormatan yang Allah SWT berikan kepadanya, nescaya kita akan mendapatkan hal-hal yang menakjubkan.

    Kita di hadapan seorang manusia dengan hati yang suci. Manusia yang ketika diperintahkan untuk menyerahkan diri ia pun segera berkata, bahawa aku telah menyerahkan diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia adalah seorang Nabi yang pertama kali menamakan kita sebagai al- Muslimin (orang-orang yang menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya terkabul dengan diutusnya Muhammad bin Abdullah saw. la adalah seorang Nabi yang merupakan datuk dan ayah dari pada nabi yang datang setelahnya. Ia seorang Nabi yang lembut yang penuh cinta kasih kepada manusia dan selalu kembali kepada jalan kebenaran. Allah SWT berfirman:

    "Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75)

    "(Yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (QS. as-Shaffat: 109)

    Demikianlah Allah SWT sebagai Pencipta memperkenalkan hamba-Nya Ibrahim. Tidak kita temukan dalam kitab Allah SWT penyebutan seorang nabi yang Allah SWT angkat sebagai kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya ia yang Allah SWT khususkan dengan firman-Nya:

    "Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (QS. an- Nisa': 125)

    Para ulama berkata bahawa al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat. Demikianlah pengertian dari ayat tersebut. Allah SWT mengangkat Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Ini merupakan suatu kedudukan yang mulia dan sangat tinggi. Di hadapan kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk dan merenung: aku telah memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati apakah yang ada di dalam diri Nabi Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, dan kemuliaan apa yang dibentuk, dan cinta apa yang diberikan. Sesungguhnya puncak harapan para pejalan rohani dan tujuan akhir para sufi adalah "merebut" cinta Allah SWT. Bukankah setiap orang membayangkan dan mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari Allah SWT? Demikianlah harapan setiap manusia.

    Nabi Ibrahim adalah seorang harnba Allah SWT yang berhak diangkat-Nya menjadi al-Khalil (kekasih Allah SWT). Itu adalah darjat dari darjat- darjat kenabian yang kita tidak mengetahui nilainya. Kita juga tidak mengetahui bagaimana kita menyifatinya. Berapa banyak pernyataan- pernyataan manusia berkaitan dengan hal tersebut, namun rasa-rasanya ia laksana penjara yang justru menggelapkannya. Kita di hadapan kurnia Ilahi yang besar yang terpancar dari cahaya langit dan bumi. Adalah hal yang sangat mengagumkan bahawa setiap kali Nabi Ibrahim mendapatkan ujian dan kepedihan, beliau justru menciptakan permata. Adalah hal yang sangat menghairankan bahawa hati yang suci ini justru menjadi matang sejak usia dini.

    Al-Quran al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya dan masa kecilnya. Kita mengetahui bahawa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung- patung yang terbuat dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan dan kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Cahaya akal saat itu padam sehingga kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat. Dalam suasana yang demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan dari keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. Disebutkan bahawa ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di mana pamannya itu menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada yang mengatakan bahawa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa Azar adalah nama salah satu patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya. Alhasil, Ibrahim berasal dari keluarga semacam ini.

    Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa memahat patung-patung sehingga profesion si ayah mendapatkan kedudukan istimewa di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam bahasa kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat. Dari keluarga semacam ini lahir seorang anak yang mampu menentang penyimpangan dari keluarganya sendiri, dan menentang sistem masyarakat yang rosak serta melawan berbagai macam ramalan para dukun, dan menentang penyembahan berhala dan bintang, serta segala bentuk kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan ujian berat saat beliau dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup- hidup. Kita tidak ingin mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin memulai kisah Nabi Ibrahim sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hatinya dan akalnya dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.

    Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahawa ayahnya seseorang yang membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahawa itu adalah patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat kehairanan melihat hal tersebut, kemudian timbul dalam dirinya - melalui akal sehatnya - penolakan terhadapnya. Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih kecil, bahkan terkadang ia menunggangi punggung patung-patung itu seperti orang- orang yang biasa menunggang keldai dan binatang tunggangan lainnya. Pada suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak bermain-main dengan patung itu lagi.

    Ibrahim bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar, lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh, tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun.

    Injil Barnabas melalui lisan Nabi Isa menceritakan kepada kita, bahawa Nabi Ibrahim mengejek ayahnya saat beliau masih kecil. Suatu hari, Ibrahim bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Manusia, kerana akulah yang membuatmu dan ayahku yang membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian wahai ayahku, kerana aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua yang berkata: "Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku anak."

    Si ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia untuk membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di dalamnya. Oleh kerana itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan Tuhannya dan memberikan korban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya lagi: "Berapa banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Tidak ada jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: "Apa yang aku lakukan wahai ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan lalu tuhan yang lain membenciku kerana aku tidak mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan pertentangan di antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku itu membunuh tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."

    Si ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut wahai anakku, kerana tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam tempat penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita mendengar satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si ayah menjawab: "Benar."

    Ibrahim bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan kehidupan? Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau sudah dewasa nescaya aku pukul dengan kapak ini."

    Ibrahim berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan membantu dalam penciptaan manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"

    Selesailah dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi hari dan Ibrahim menjadi besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak habis mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan tangannya sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang dibuatnya.

    Ibrahim memperhatikan bahawa patung-patung tersebut tidak makan dan minum dan tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang membaliknya ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya. Bagaimana manusia membayangkan bahawa patung-patung tersebut dapat mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat? Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim dalam tempo yang lama. Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara hanya ia yang benar? Bukankah yang demikian ini sangat menghairankan?

    Kaum Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang dipenuhi berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat penyembahan itu terdapat mihrab yang diletakkan di dalamnya patung- patung yang paling besar. Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil. Ibrahim memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu itu dengan pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat menghairankan masyarakat pada saat itu kerana saat memasuki tempat penyembahan itu, mereka menampakkan ketundukan dan kehormatan di hadapan patung-patung. Bahkan mereka menangis dan memohon berbagai macam hal. Seakan-akan patung- patung itu mendengar apa yang mereka keluhkan dan bicarakan.

    Mula-mula pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian lama-lama Ibrahim marah. Hal yang menghairankan baginya bahawa manusia-manusia itu semuanya tertipu, dan yang semakin mempersulit masalah adalah, ayah Ibrahim ingin agar Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak menginginkan apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada patung-patung itu, namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan meremehkan patung-patung itu.

    Pada suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat penyembahan itu. Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan patung-patung, dan di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh dukun yang memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang paling besar. Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan saat itu di pecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun itu: "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau meyakini bahawa ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget. Mereka mencari dari mana asal suara itu. Ternyata mereka mendapati bahawa suara itu suara Ibrahim. Lalu tokoh dukun itu mulai menampakkan kerisauan dan kemarahannya. Tiba-tiba si ayah berusaha menenangkan keadaan dan mengatakan bahawa anaknya sakit dan tidak mengetahui apa yang dikatakan.

    Lalu keduanya keluar dari tempat penyembahan itu. Si ayah menemani Ibrahim menuju tempat tidurnya dan berusaha menidurkannya dan meninggalkannya setelah itu. Namun, Ibrahim tidak begitu saja mahu tidur ketika beliau melihat kesesatan yang menimpa manusia. Beliau pun segera bangkit dari tempat tidurnya. Beliau bukan seorang yang sakit. Beliau merasa dihadapkan pada peristiwa yang besar. Beliau menganggap mustahil bahawa patung-patung yang terbuat dari kayu-kayu dan batu- batuan itu menjadi tuhan bagi kaumnya. Ibrahim keluar dari rumahnya menuju ke gunung. Beliau berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau memilih salah satu gua di gunung, lalu beliau rnenyandarkan punggungnya dalam keadaan duduk termenung. Beliau memperhatikan langit. Beliau mulai bosan memandang bumi yang dipenuhi dengan suasana jahiliah yang bersandarkan kepada berhala.

    Tidak lama setelah Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian beliau melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi Ibrahim - sebagai pemuda yang masih belia -  merasakan kesedihan yang luar biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal itu sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan Tuhan? Bukankah semua itu muncul dan tenggelam dengan izin- Nya. Nabi Ibrahim mengalami dialog internal dalam dirinya. Allah SWT menceritakan keadaan ini dalam surah al-An'am:

    "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda- tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam.'" (QS. al-An'am: 74-76)

    Al-Quran tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana yang dialami Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa dari konteks ayat tersebut bahawa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya. Dan tampak bahawa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira bahawa Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada penyembahan bintang. Kita ketahui bahawa di zaman Nabi Ibrahim manusia menjadi tiga bahagian. Sebahagian mereka menyembah berhala sebahagian lagi menyembah bintang, dan sebahagian yang lain menyembah para raja. Namun di saat pagi, Nabi Ibrahim mengingatkan kaumnya dan membikin mereka terkejut di mana bintang-bintang yang diyakininya kelmarin kini telah tenggelam. Ibrahim mengatakan bahawa ia tidak menyukai yang tenggelam. Allah SWT berfirman:

    "Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata:
    'Inilah Tuhanku.'" (QS. al-An'am: 76)

    Ibrahim kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam kedua bahawa bulan adalah tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau tidak memiliki kapasiti logik yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahawa sebenarnya Ibrahim ingin menyedarkan dengan cara sangat lembut dan penuh cinta. Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul atau terkadang terbit dan terkadang tenggelam. Mula-mula kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui yang demikian itu. Pertama-tama Ibrahim menyanjung bulan tetapi ternyata bulan seperti bintang yang lain, ia pun muncul dan tenggelam: Allah SWT berfirman:

    "Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Inilah Tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)

    Kita perhatikan di sini bahawa beliau berbicara dengan kaumnya tentang penolakan penyembahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil "merobek" keyakinan terhadap penyembahan bulan dengan penuh kelembutan dan ketenangan. Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku membayangkan apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi Ibrahim mengisyaratkan kepada mereka bahawa beliau memiliki Tuhan, bukan seperti tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum mampu menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan argumentasi untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu penyembah bintang. Allah SWT berfirman:

    "Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS. al-An'am: 78-79)

    Ibrahim berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan bahawa matahari adalah tuhannya kerana dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim memainkan peran yang penting dalam rangka menggugah fikiran mereka. Para penyembah matahari tidak mengetahui bahawa mereka menyembah makhluk. Jika mereka mengira bahawa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.

    Setelah Ibrahim memberitahukan bahawa matahari adalah tuhannya, beliau menunggu saat yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata benar dia bagaikan sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam. Setelah itu Ibrahim memploklamirkan bahawa beliau terbebas dari penyembahan bintang.

    Ibrahim mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya bahawa di sana ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu memunculkan kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu saja. Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan kenekatan Ibrahim as. Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya dan bahkan mengancamnya. Allah SWT berfirman:

    "Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu
    tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah) padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui)?'" (QS. al-An'am: 80-81)

    Kita tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergelutan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi Ibrahim. Al-Quran tidak menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, tempat mereka yang penuh kebatilan itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Quran. Dari cerita tersebut, Al-Quran mengemukakan Nabi bahawa Ibrahim menggunakan logik seorang yang berfikir sehat. Menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrahim justru mendapatkan kedamaian dan tidak takut kepada mereka. Allah SWT berfirman:

    "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS. al-An'am: 82)

    Allah SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi Ibrahim sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT berfirman:

    "Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa darjat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-An'am: 83)

    Ibrahim didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit dan bumi. Demikianlah Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada penyembahan berhala. Tentu saat ini pergelutan dan pertentangan antara beliau dan kaumnya semakin tajam dan semakin meluas. Beban yang paling berat adalah saat beliau harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesion si ayah dan rahsia kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan yang diikuti majoriti kaumnya. Nabi Ibrahim keluar untuk berdakwah kepada kaumnya dengan berkata:

    "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami mendapati bapak-bapak Kami menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya tuhan kamu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan- Nya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)

    Selesailah urusan. Mulailah terjadi pergelutan antara Nabi Ibrahim dan kaumnya. Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah kepada sikap beliau itu adalah ayahnya dan bapa saudaranya yang mendidiknya laksana seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam pergelutan yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-prinsip yang berbeza. Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT sedangkan si ayah berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepada anaknya: "Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab:

    "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, nescaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu derhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahawa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.'" (QS. Maryam: 42-45)

    Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan amarahnya kepada Ibrahim:

    "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka nescaya kamu akan aku rejam, dan tinggalanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam: 46)

    Jika engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan merejammu. Aku akan membunuhmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun yang menentang tuhan. Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi melihatmu. Keluar!

    Akhirnya, pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim dari rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perejaman. Meskipun demikian, sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi anak yang baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar penghinaan, pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau berkata dengan lembut:

    "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)

    Nabi Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan kaumnya dan menyembah selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan dalam dirinya, beliau mengetahui bahawa di sana ada pesta besar yang diadakan di tepi sungai di mana manusia-manusia berduyu-duyun menuju ke sana. Beliau menunggu sampai perayaan itu datang di mana saat itu kota menjadi sunyi kerana ditinggalkan oleh manusia yang hidup di dalamnya dan mereka menuju ke tempat itu. Jalan-jalan yang menuju tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat penyembahan itu pun ditinggalkan oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta itu.

    Dengan penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan membawa kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan oleh manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada patung-patung itu. Kepada salah satu patung - dengan nada bercanda - ia berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya:

    "Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka; lalu ia berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash- Shaffat: 91)

    Ibrahim mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahawa patung itu memang tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung itu:

    "Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)

    Ibrahim pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan mulai menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu patung, lalu beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah melaksanakan tugas itu, beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah bersumpah untuk membawa suatu bukti yang jelas, bahkan bukti praktis tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah selain Allah SWT.

    Akhirnya, pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat mereka masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui apa sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahawa tuhan-tuhan semuanya telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berfikir siapa penyebab semua ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyedari bahawa ini adalah Nabi Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT:

    "Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala
    ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60)

    Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka bertanya kepadanya:

    "Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62)

    Ibrahim membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan yang paling besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!"

    "Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara". " (QS. al-Anbiya': 63)

    Para dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?" Ibrahim menjawab: "Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka berkata: "Bukankah engkau mengetahui bahawa tuhan-tuhan itu tidak berbicara." Ibrahim membalas: "Mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mahu berfikir sebentar di mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara tuhan yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu tidak mampu menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana mereka dapat mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mahu berfikir sejenak. Kapak itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal fikiran yang sehat?" Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya:

    "Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: 'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?' Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas apa yang demikian itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala- berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: 'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?' Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah kembali kepada kesedaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang- orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahawa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim berkata:, maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya? Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan- tuhan kami jika kamu benar-benar hendak bertindak.'" (QS. al- Anbiya': 51-68)

    Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logik berfikir yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat menghairankan. Suatu mahkamah yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran.

    Demikianlah masalah pergelutan antara pemikiran, atau antara nilai- nilai, atau antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu membara di tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk menggugah hati dan fikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan yang paling besar dan menuduhnya bahawa ialah yang menghancurkan tuhan-tuhan yang lain. Nabi Ibrahim meminta kepada mereka untuk bertanya kepada para tuhan itu, tentang siapa yang membuatnya hancur. Tetapi para tuhan itu tidak mampu berbicara lalu mengapa manusia menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara dan tidak mengerti apa-apa.

    Ketika Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka orang-orang yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu tidak mahu manusia akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan menggantung dan akan membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun ditangkap lalu disiapkanlah tempat pembakaran. Para penentang itu berkata kepada pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian benar-benar menyembahnya." Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut. Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar Nabi Ibrahim.

    Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri. Manusia-manusia berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari berbagai desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka menggali lubang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan pohon-pohon lalu mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka mendatangkan manjaniq, yaitu suatu alat yang dapat digunakan untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api sehingga ia jatuh ke dalam lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah mereka mengikat kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai menyala dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa itu berdiri agak jauh dari galian api itu kerana saking panasnya. Lalu, seorang tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api. Tiba-tiba malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya: "Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim pun dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada api, Allah SWT berkata:

    "Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada
    Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)

    Api pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali- tali yang mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT, Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada sang Kekasih, yaitu Allah SWT.

    Hati Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau berkeluh kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada Allah SWT tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun mengamat-amati dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api terus menyala dalam tempo yang lama, sehingga orang-orang kafir mengira bahawa api itu tidak pernah padam. Ketika api itu padam, mereka dibuat terkejut ketika melihat Nabi Ibrahim keluar dari kubangan api dalam keadaan selamat. Wajah mereka menjadi hitam kerana terpengaruh asap api sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak diliputi dengan cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim pun tidak terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi Ibrahim pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu orang-orang kafir pun berteriak kehairanan. Mereka pun mendapatkan kekalahan dan kerugian. Allah SWT berfirman:

    "Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)

    Al-Quran tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim saat menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Quran juga tidak menceritakan berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di jalan Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat diketahui bahawa Nabi Ibrahim saat itu masih muda belia, ketika melakukan peristiwa besar itu. Bukti hal itu adalah, ketika para kaumnya mendengar penghancuran berhala, mereka berkata:

    "Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60)

    Injil Barnabas menceritakan bahawa Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil Barnabas mengatakan pada pasal ke 29 bahawa Nabi Ibrahim mendengar suatu suara yang memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang memanggilku?" Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang berkata: "Aku adalah malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat itu segera menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim kerana engkau adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau menghancurkan tuhan-tuhan sembahan manusia, Allah SWT memilihmu sebagai pemimpin para malaikat dan para nabi." Kemudian - masih kata Injil Barnabas: "Nabi Ibrahim bertanya apa yang harus dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat dan para nabi?" Jibril menjawab: "bahawa hendaklah beliau pergi ke sumber ini dan mandi, agar dapat mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara dengannya."

    Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung, lalu Allah SWT menyerunya. Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang memanggilku?" Allah SWT berkata: "Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi Ibrahim gementar ketakutan dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: "Wahai Tuhanku, bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia adalah tanah dan abu." Di sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau bangkit kerana Allah SWT telah memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia telah memberkatinya dan orang-orang yang mengikutinya.

    Riwayat tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu pengangkatannya sewaktu beliau menghancurkan berhala dan penyembahan manusia. Demikianlah yang diceritakan oleh Al-Quran al- Karim dalam firman-Nya:

    "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah!' Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al- Baqarah: 131)

    Alhasil, masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak ditentukan dalam Al-Quran, sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawapan pasti tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah, bahawa Nabi Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk menghancurkan argumen para penyembah berhala. Sebagaimana beliau mampu sebelumnya menghancurkan argumen para penyembah bintang, sehingga hanya tersisa satu argumen yang harus disampaikan kepada para penguasa dan para raja. Dengan demikian, orang-orang kafir telah mendapatkan seluruh argumen kebenaran.

    Nabi Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja yang menyangka bahawa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi memang ia menyangka bahawa dirinya tuhan. kerana Allah SWT telah memberikannya suatu kerajaan yang besar, ia lupa bahawa ia hanya manusia biasa. Kita tidak mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau mungkin ia raja dari daerah lain. Tapi yang kita ketahui bahawa pertemuan di antara keduanya menyebabkan jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT menceritakan hal tersebut dengan firman-Nya:

    "Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) kerana Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu hairan terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. " (QS. al-Baqarah: 258)

    Allah SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu kerana dianggap tidak penting, sebagaimana Al-Quran juga tidak menyebut dialog panjang yang terjadi antara Nabi Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada Nabi Ibrahim: "Aku mendengar bahawa Anda mengajak manusia untuk menyembah Tuhan yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim menjawab: "Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?" Raja yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang tidak tahu diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manusia kepadanya itu justru meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar apa yang dikatakan oleh si raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan lembut:

    "Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)

    Si raja membalas:

    "Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah: 258)

    Nabi Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan mematikan. Nabi Ibrahim tahu bahawa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata: "Aku mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku membunuhnya, dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari kematian. Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."

    Mendengar kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat yang sama beliau merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan argumen raja itu yang mengatakan bahawa ia mampu menghidupkan dan mematikan, padahal sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata:

    "Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur, maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat. " (QS. al- Baqarah: 258)

    Mendengar tentangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan terdiam ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim berkata kepada raja bahawa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari timur, apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur dan diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu mengubahnya. Jika raja mengaku bahawa ia benar-benar tuhan, maka tentu ia dapat mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi tentangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam membisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian kebenaran Nabi Ibrahim tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai membicarakan mukjizatnya dan keselamatannya dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap raja ketika mendengar tentangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi membisu dan tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya.

    Nabi Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi Ibrahim mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim berusaha menyedarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat cinta dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan malah mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian menjadi isterinya sedangkan laki-laki itu adalah Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya.

    Ketika Nabi Ibrahim mengetahui bahawa tidak seorang pun beriman selain kedua orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau berhijrah, ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahawa ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim pun berlepas diri darinya dan memutuskan hubungan dengannya.

    Untuk kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahawa si ayah seorang nabi dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim justru sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang menjadi nabi. Dalam kedua kisah tersebut kita mengetahui bahawa seorang mukmin berlepas diri dari musuh Allah SWT, meskipun dia adalah anaknya dan ayahnya.

    Melalui kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita bahawa hubungan satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di antara hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at- Taubah:

    "Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114)

    Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama isterinya, satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai Luth, satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:

    "Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim: 'Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'" (QS. al-Ankabut: 26)

    Setelah ke Palestin, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama perjalanan ini Nabi Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan beliau berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau menegakkan keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang benar.

    isteri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir memberikan seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berfikir bahawa ia dan Nabi Ibrahim tidak akan mempunyai anak, lalu ia berfikir bagaimana seandainya wanita yang membatunya itu dapat menjadi isteri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian Hajar melahirkan anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar melahirkan anak pertamanya, Ismail.

    Nabi Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya, bertasbih, dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapa jauh jarak yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir di jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyedari bahawa hari-hari di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan sangkakala lalu terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.

    Pada suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamaian, cinta, dan keyakinan. Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta. Beliau ingin melihat hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT menceritakan sikapnya itu dalam firman-Nya:

    "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah berfirman: 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).'" (QS. al-Baqarah: 260)

    Hasrat Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh keimanan yang luar biasa; keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT.

    Allah SWT berfirman:

    "(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya. Allah berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bahagian- bahagian itu, kemudian panggillah mereka, nescaya mereka datang kepadamu dengan segera," dan ketahuilah bahawa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 260)

    Nabi Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT. Beliau menyembelih empat ekor burung lalu memisah-misahkan bahagiannya di atas gunung, kemudian ia memanggilnya dengan nama Allah SWT. Tiba-tiba bulu-bulu dan burung itu bangkit dan bergabung dengan sayap-sayapnya, kemudian dada dari burung itu mencari kepalanya. Akhirnya, bahagian-bahagian burung yang terpisah kembali bergabung. Burung itu pun kembali mendapatkan kehidupan lalu burung itu terbang dengan cepat dan kembali ke pangkuan Nabi Ibrahim.

    Para ahli tafsir meyakini bahawa eksperimen ini berangkat dari kehausan ilmu yang ada pada Nabi Ibrahim, dan sebahagian lagi mengatakan bahawa beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT saat menciptakan makhluk-Nya. Beliau memang sudah mengetahui hasilnya, tapi beliau tidak melihat cara pembuatan penciptaan makhluk. Sebahagian mufasir lain mengatakan bahawa beliau merasa puas atas apa yang dikatakan oleh Allah SWT dan beliau tidak jadi menyembelih burung. Kami sendiri menilai bahawa eksperimen ini menunjukkan tingkat cinta yang tinggi yang dicapai oleh seorang musafir di jalan Allah SWT, yaitu Nabi Ibrahim. Seorang pencinta akan selalu timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk, dan rasa ingin menambah cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim. Inilah petualangan Nabi Ibrahim di mana setiap kali ia melalui perjalanannya, maka kehausan cintanya pun meningkat. Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu beliau memerintahkan isterinya, Hajar, untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk melalui perjalanan panjang. Setelah beberapa hari, di mulailah perjalanan Nabi Ibrahim bersama isterinya Hajar berserta anak mereka, Ismail. Saat itu Ismail masih menyusu pada ibunya.

    Nabi Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan tanaman, melewati gurun dan gunung-gunung. Kemudian beliau memasuki tanah Arab. Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air. Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah, lalu beliau turun dari atas punggung haiwan tunggangannya. Lalu beliau menurunkan isterinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya dibekali dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua hari.

    Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba isterinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab dan ia tetap berjalan. isterinya pun kembali mengatakan perkataan yang dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si isteri memahami bahawa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat perintah dari Allah SWT. Kemudian si isteri bertanya: "Apakah Allah SWT memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab: "Benar." isteri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:

    "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)

    Saat itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi dalam perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggungjawab bersama ayahnya dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk didirikannya suatu bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya Baitullah, di mana kita akan menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat kita solat.

    Nabi Ibrahim meninggalkan isterinya dan anaknya yang masih menyusu di padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan. Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus. Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan matahari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namun semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada seseorang.

    Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh kali. Oleh kerananya, orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.

    Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul- mukulkan kakinya di atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun meminum air itu berserta anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya bahawa Allah SWT tidak akan membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.

    Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya:

    "Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang soleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya- Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)

    Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya. Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang nabi yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya. Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia senja, padahal sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh kurnia seorang anak.

    Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya sedang menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahawa tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim berfikir dan merenung. Kemudian datanglah jawapan bahawa Allah SWT melihatkan kepadanya bahawa mimpi para nabi adalah mimpi kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahawa ia menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.

    Sebagai pencinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan dari hal tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi Ibrahim adalah penghulu para pencinta. Nabi Ibrahim berfikir tentang apa yang dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk kemudian menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya dan hal itu lebih menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.

    "Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS. ash-Shaffat: 102)

    Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya; apakah anaknya akan menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut adalah perintah dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawapan dari ayahnya itu bahawa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang kerananya si ayah harus segera melaksanakannya:

    "Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash- Shaffat: 102)

    Perhatikanlah jawapan si anak. Ia mengetahui bahawa ia akan disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati ayahnya bahawa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa tenang ketika mendapati anaknya menentangnya untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT.

    Kita tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika mendapati anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan kepada kita bahawa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya tertelungkup di atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim agar saat ia menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim mengangkat pisaunya sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT:

    "Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim, membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)." (QS. ash- Shaffat: 103)

    Al-Quran menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan diri terhadap perintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT menggantikan Ismail dengan suatu korban yang besar.

    Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya di Iraq, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an. Saat berdakwah, beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.

    Nabi Ibrahim duduk di luar khemahnya dan memikirkan tentang anaknya Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa korban yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya berlinangan air mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT. Mulailah butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai rindu kepadanya.

    Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan Mikail) ke bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan Nabi Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka akan mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam. Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya. Nabi Ibrahim mengira bahawa mereka adalah tamu- tamu asing. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar dan menemui keluarganya. Sarah, isterinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.

    Nabi Ibrahim berkata kepada isterinya: "Aku dikunjungi oleh tiga orang asing." isterinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi Ibrahim menjawab: "Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat aneh. Tak ragu lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian mereka tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh ya, apakah ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata: "Separuh daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separuh daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki haiwan tunggangan atau makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka orang-orang yang tidak mampu."

    Nabi Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk disembelih serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian disiapkanlah makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk makan. isterinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.

    Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau mengetahui bahawa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan. Barangkali di rumahnya tidak ada haiwan lain selain kambing itu, tetapi kerana kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara tamunya yang menghulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan ketakutan.

    Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahawa tamu yang tidak mahu makan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini bererti bahawa ia hendak berniat jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berfikir dengan penuh kehairanan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berfikir, bagaimana tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak melihat mereka sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki binatang tunggangan yang menghantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa bekal perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat aneh baginya. Mereka adalah para musafir, tetapi anehnya tidak ada bekas debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak mereka makan, lalu mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan sedikit pun. Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.

    Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati isterinya Sarah berdiri di hujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim hendak mengatakan bahawa ia merasa takut terhadap tamu- tamunya, namun wanita itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berfikir bahawa tamu-tamunya itu berjumlah tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para malaikat dapat membaca fikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku mengakui bahawa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk makan dan telah menyambut kalian, tapi kalian tidak mahu memakannya. Apakah kalian mempunyai niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat tersenyum dan berkata: "Kita tidak makan wahai Ibrahim, kerana kita adalah malaikat-malaikat Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth."

    Mendengar semua itu, isteri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan mereka. Salah seorang malaikat menoleh kepadanya dan memberinya khabar gembira tentang kelahiran Ishak. Allah SWT memberimu khabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua itu dengan penuh kehairanan berkata:

    "Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)

    Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:

    "Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)

    Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan isterinya. Suasana di kamar pun berubah dan hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan kegembiraan. isterinya yang mandul berdiri dalam keadaan gementar, kerana berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya. Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim bertanya:

    "Apakah kamu memberi khabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu khabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)

    Apakah beliau ingin mendengarkan khabar gembira untuk kedua kalinya, ataukah ia ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua kalinya kurnia dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahawa mereka membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.

    "Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan khabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.'" (QS. al-Hijr: 55)

    "Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya,
    kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)

    Para malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan mereka bahawa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya sekadar kegembiraan. Kemudian isteri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan bersama mereka. la bertanya dengan penuh kehairanan: "Apakah aku akan melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat menghairankan." Para malaikat menjawab:

    "Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai Ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.'" (QS. Hud: 73)

    Berita gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan Nabi Ibrahim dan isterinya. Nabi Ibrahim tidak mempunyai anak kecuali Ismail di mana ia meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. isterinya Sarah selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar lahirlah Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh kerana itu, Sarah memiliki kerinduan besar terhadap anak.

    Para malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi dengan kehendak Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada suaminya." Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan khabar gembira di mana ia akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak yang cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahawa anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air matanya berlinang saat ia berdiri kerana saking gembiranya. Sementara itu Nabi Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang menghairankan. Hatinya dipenuhi dengan kasih sayang dan kedekatan. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa ia sekarang berada di hadapan suatu nikmat yang ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.

    Nabi Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana namun ia jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas perintah Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki tanaman dan air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan yang lain. Nabi Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya khabar gembira saat beliau menginjak usia tua dengan kelahiran Ishak dari isterinya Sarah, dan setelah kelahirannya disusul dengan kelahiran Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu pandangannya tertuju pada makanan. Ia merasa tidak mampu lagi melanjutkan makan kerana saking gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat makanan, lalu beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi Ibrahim dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa mereka diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal bersamanya di tempat kelahirannya.

    Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth dan kaumnya. Ini bererti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada mereka, bahawa boleh jadi mereka akan beriman dan keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat memahamkannya bahawa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahawa tugas mereka adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang melampaui batas.

    Setelah para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim kembali berbicara kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab: "Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya." Kemudian mereka memahamkannya bahawa perkara tersebut telah ditetapkan dan bahawa kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak terlibat lebih jauh dalam dialog itu kerana Allah SWT telah memutuskan perintah-Nya untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang tidak dapat dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi Ibrahim itu berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan penyantun. Allah SWT berfirman:

    "Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa khabar gembira, mereka mengucapkan: 'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan kepadanya khabar gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. isterinya berkata: 'Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan- Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak." (QS. Hud: 69-76)

    Pernyataan malaikat itu sebagai syarat untuk mengakhiri perdebatan itu. Ibrahim pun terdiam. Marilah kita tinggalkan Nabi Ibrahim dan kita beralih pada Nabi Luth dan kaumnya.

    [1] Terdapat perbezaan pendapat dalam mentafsirkan kata "ab" dalam kisah Nabi Ibrahim as dalam al-Quran. Sebahagian mengertikannya dengan erti lahiriahnya, yaitu ayah. Tapi, kelompok yang lain beranggapan bahawa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah bapa saudara. (Pengarang) 

    Sumber : Pak Ndak 
    Read more →

    Komentar

    Artikel Terbaru